1/31/14

Maaf: Makna Yang Berbeda

"Dasar bodoh!"

Aku berseru sekeras-kerasnya kepada hati ini. Dasar bodoh. Mengapa bisa aku berikan kesempatan semudah itu kepada orang yang tak terlalu asing lagi bagi luka hati ini? Betapa tololnya diriku memperbolehkannya menorehkan luka lagi diatas hati ini. Membiarkannya mengacaukan semua yang telah kurapikan sejak lama. Dasar dungu. Ramuan macam apa yang kau berikan hingga aku terseok-seok sendiri oleh kesempatan yang kuberi?

Berkali-kali julukan keparat ini menyesaki kepalaku, tak henti-hentinya menghukumku dengan kolusi tak sepadan dengan apa yang kulakukan. Mencaci-maki diri akibat kesempatan yang lagi-lagi kau permainkan. Lelah? Tak usah kau tanya bagaimana lelahnya aku menghadapi perangai liarmu. Karena lelahnya aku, tak akan mampu menghentikan digdayanya lara yang kurasa.


"Maafkan aku"

Mudah sekali kau katakan kalimat itu, semudah menggambar matahari disudut kertas putih tak bernoda. Apa itu senjata barumu? Senjata paling ampuh yang mampu membuatku tersungkur atas prinsipku meninggalkanmu. Kukira maafmu akan mengubah sifatmu. Namun ternyata apa yang kupikirkan sebagai respon positif, hanyalah delusif pikiranku saja.

Maaf yang kau ucapkan sia-sia, hanya berujung pada dusta. Kau mengucap maaf tanpa makna dan menyatakan bahwa perdebatan ini hanya menghabiskan waktu saja. Kukira kau akan mengerti, marahku adalah isyarat peduliku padamu. Namun menurut pandanganmu, aku hanyalah anak ingusan yang selalu menuntut ini itu tak berkesudahan.

Berkali-kali aku mengaku menyerah, tak kuasa menahan perihnya luka yang dengan mudahnya kau obati dengan kata maafmu. Namun pada saat yang sama pula, kau berubah menjadi seorang Dayang yang siap memperlakukanku bak Ratu yang pantang tersakiti. Setelah kau puas memanjakanku dengan bualan dustamu, kau goreskan lagi luka pada hati ini, kemudian kau ucap kata maaf untuk kesekian kali. Seterusnya begitu.

Sayang, beribu maafmu tak akan mampu menghapus satu goresan luka hatiku, pun beribu janji berubahmu itu tak akan mampu menjinakkan linu pada hatiku.

Maaf yang kau ucapkan itu berbeda. Maaf tanpa rasa sesal dan bersalah yang kau ucapkan hanya untuk meredamkan emosiku sesaat. Maaf tanpa kau ucap hanya untuk memperlihatkan bahwa kau berjiwa besar. Maaf tanpa niatan memperbaiki yang kau ucapkan hanya untuk menyudahi perdebatan ini.

"Maaf bukan cuma kata yang disebut agar keadaan yang buruk jadi membaik, melainkan sebagai ungkapan penyesalan. Bukan cuma empat huruf yang mudah sekali diucap seperti janji bullshit"


— Inspiration & recomendation by Mutiara Aini Majid