2/8/14

Papan Bernama Pertemanan


Siapa yang tahan mendengar keluh kesah orang yang kau sayang mengeluhkan orang yang dia sayang? Siapa yang tahan berusaha selalu ada namun dianggap tak pernah ada? Siapa yang tahan menahan rasa sakit tancapan nisan cinta kita atas nama pertemanan? Siapa yang tahan terus-menerus sembunyi dibalik rasa yang tercampakan?

Itu aku.

Aku tidak ingat ini sudah hari, bulan, atau bahkan tahun keberapa aku masih beridiri disini. Berusaha menjadi bagian yang ingin diharapkan, namun malah terabaikan. Selalu ada disetiap jenuhmu, namun tak pernah kau anggap nyata keberadaanku. Pada akhirnya lelah pula yang menegurku untuk menyerah.

 One day you here, one day you there, one day you care, you're so unfair.

Sebelumnya aku tak pernah mengira rasa nyaman ini akan menjelma menjadi rasa cinta. Aku tak pernah mengira pertemuan kita akan membuatku candu. Aku tak pernah mengira tatapan hangatmu akan membuatku jatuh terjerembab dalam permainan perasaan kecil-kecilan ini. Kau menjadikanku alasan untuk melepas jengahmu dari runyamnya hidup. Seperti biasa, aku akan menghiburmu bersama lelucon garing yang akan menarik bibirmu tersenyum asimetris.

Aku tidak sengaja menyukai gerak lincahmu saat sedang menyundul bola, aku tidak sengaja menyukai kehadiranmu dalam ruang yang sejak tadi hampa tanpamu, aku tidak sengaja mengharapkan kehadiranmu disetiap acara, aku tidak sengaja menyukai setiap cerita yang keluar dari mulutmu.

Aku suka saat kau tertawa. Refleks matamu menyipit hingga menyisakan bola mata kecil yang memantulkan bayanganku di dalamnya. Aku juga suka saat jeda tawamu berhenti. Sipit matamu sedikit demi sedikit kembali melebar, namun tak menghilangkan riang pada air wajahmu. Aku suka saat kau antusias mengajakku berbicara tentang masa depan. Melemparkanku pertanyaan 'jika' yang menurutku sangat menjengkelkan, seperti; jika kita berpisah, jika kita tak akan bertemu lagi, dan sebagainya.

Hingga akhirnya aku tersadar, ada papan yang menjadikan jarak bersatunya hati kita. Papan pertemanan.

Aku tak ingin berharap banyak, namun kau memberikanku peluang untuk banyak berharap. Setiap kata yang keluar dari mulutmu, seakan membuatku berpikir. Berpikir keras tentang hasrat apa yang kau sembunyikan dibalik pertanyaan-pertanyaan itu. Akhirnya aku menyerah, tak mampu memecahkan kode yang mungkin justru bukan kode.

Teman adalah sebuah hal indah yang mendekatkan kita, sekaligus juga menjadikan jarak pada cinta kita.

Aku ingin meminta kejelasan, namun kejelasan apa yang harus kuketahui dari sebuah pertemanan yang sangat merumitkan ini? Kejelasan tentang perasaan, kah? Yang bahkan aku sendiri tak tahu apakah yang kau rasakan sama dengan yang aku rasakan. Kejelasan apa yang harus kuketahui?

Mengapa rasa nyaman ini hadir diantara pertemanan yang telah kujalin? Mengapa aku tak bisa memilih kepada siapa aku mencintai? Mengapa akalku selalu menuruti semua keinginan rasa ini, yang justru sudah jelas akalku sudah muak tunduk pada rasa?

Karena Tuhan mempunyai alasan disetiap rencana-Nya.

Namun jika dalam alasan Tuhan mempertemukan kita tak tertera kita berdua akan bersama, aku memilih untuk reinkarnasi.

Dan jika reinkarnasi memang ada, aku tetap memilih untuk dapat berkenalan denganmu. Aku akan tetap berada di sisimu, sisi paling belakang setelah sisi-sisi spesial yang kau jaga. Aku akan tetap menemuimu di sebuah ruang tempat kita pertama bertemu dan tetap melemparkan pandangan kepadamu. Aku akan tetap berdiri disini bersama dinding hati yang mulai merapuh mendengar tangisan hatiku.

Kadang melupakan orang yang belum pernah menjadi milik kita lebih rumit daripada melupakan orang yang pernah menjadi milik kita.

 — Inspiration Safira Nurdianti