6/29/13

Rasa Ini, Apa Namanya?

SPONSORED BY TUMBLR.COM

Lagi-lagi aku merasakannya.
Rasa yang membuatku mengeluarkan keringat dingin saat menatap fotonya yang mematung. Melihat dengan detail setiap bagian tubuhnya, bibirnya.. Matanya.. Hidungnya.. Senyumnya yang membeku dalam gambar tak bersuara ini seakan memanggil hatiku untuk mengingat sesuatu yang pernah terjadi di masa lalu.

Rasa yang membuat ragaku tak lagi terasa ketika dia berada beberapa meter didekatku. Untuk bernafas saja rasanya sangat susah. Aku terpaku, duduk termangu, tak sanggup menahan getaran didada untuk menyapamu. Dan lagi-lagi rencanaku untuk menyapamu selalu gagal, hanya karena degupan jantung yang tak menentu yang membuat ragu. Tapi tak apa, setidaknya kamu menyadari keberadaanku didekatmu. Walau hanya sekejap memandang.
Rasa yang membuatku buta sesaat akan dunia nyata, ya, seakan aku terjebak nostalgia, seperti kata-kata Raisa. Rasa yang membuat otakku telah di-setting untuk terus merekam ulang wajahnya di masa lalu.

Banyak bibir mengatakan, ini namanya rindu.

Padahal ini sudah 2 bulan. Padahal 1 bulan yang lalu aku tak pernah merasa keberatan ditinggal dirinya. Namun semenjak ada wanita lain yang menggantikan posisiku dihatimu, seakan aku rapuh. Entah, lagi-lagi rasanya aneh. 1 bulan berlalu dan tak ada bebanku untuk menengok ke masa lalu, sedikitpun. Tapi mengapa setelah aku dengar kabar itu, rasanya pikiranku mengambang ke masa dimana aku dan kamu saling berusaha untuk menciptakan sebuah obrolan basa-basi. Dan pikiranku membawaku pergi ke tempat dimana dia selalu membuntuti kemanapun aku pergi.
Pikiranku kembali.
Rasanya mataku berat sekali sehingga aku memutuskan untuk menutup mataku sebentar. Namun saat aku membuka mataku, ada satu tetes air yang terjatuh mantap di pipiku. Oh, tidak. Ternyata air yang ku kira menetes hanya satu kali itu disusul dengan tetesan air lainnya, berkali-kali dan bertubi-tubi. Dadaku sesak, aku mencoba mengambil nafas dalam-dalam dan membekap mulutku.
Aku menangis. Tanpa suara.

Seperti banyak mata yang melihat, perpisahanku sudah cerita lama. Dan yang mereka tahu, aku berhasil menerjang keras semua kenangan yang menggelayuti hatiku. Ya, aku berhasil melawan semua perasaanku. Mereka tahu, kalau aku tegar. Tapi mereka tak tahu, tegar yang aku rasakan ini sangat menyakitkan.
Lamunanku membawaku larut dalam kenyataan pahit. Kamu bukan lagi siapa-siapaku. Kata-kata itu baru 1 bulan yang lalu aku katakan dengan tegas didepan cermin. Ya, aku adalah seorang aneh yang sering berbicara pada cermin. Cermin, yang selalu mengikuti gerak tubuhku. Biasanya, aku berbicara pada cermin ketika tak ada lagi yang bisa mendengarkan. Dan lagi-lagi aku berbicara padanya, aku berkata; Kenapa harus dia, Tuhan?
Gerak bibirku seakan tak pasti, dan sebutir air mata jatuh tak terbendung dari kelopak mataku. Ya, dia yang kini menggantikan posisiku di hatimu. Seakan kamu tak pernah ragu untuk memilihnya. Padahal kamu tahu benar siapa dia dimataku. Lantas mengapa harus dia?

Semua tanda tanya dihatiku memaksaku merefleksikannya pada tulisan;
    Aku masih mencintaimu.